Krisis Kemanusiaan Gaza, Waktunya untuk Tindakan Mendesak Dunia.
Baponews: Saat ini, krisis kemanusiaan di Jalur Gaza telah mencapai titik kritis yang membutuhkan perhatian mendalam dan tindakan mendesak dari komunitas internasional. Serangan udara yang terus-menerus oleh Israel telah mengakibatkan lebih dari 2.800 jiwa yang kehilangan nyawa dan ribuan lainnya yang terluka. Ratusan ribu warga Palestina terpaksa meninggalkan rumah mereka, melarikan diri dari kengerian yang tak ada akhir. Sungguh ini adalah kisah tragis yang tak bisa diabaikan.
Mesir, sebagai negara tetangga yang terlibat dalam upaya penyebaran bantuan kemanusiaan ke Gaza, juga merasakan dampak besar dari konflik yang sedang berkecamuk. Pada hari Senin, pemerintah Mesir melaporkan bahwa penyeberangan Rafah, satu-satunya jalur keluar tersisa bagi penduduk Gaza, hampir tidak dapat dioperasikan karena serangan udara Israel yang tak berkesudahan. Ini menjadi rintangan besar dalam upaya memberikan bantuan yang sangat dibutuhkan kepada warga Gaza yang terlilit dalam konflik yang tak kunjung usai.
Ratusan ton bantuan yang telah diberikan untuk memenuhi kebutuhan mendesak warga Gaza juga terhenti di sisi Mesir. Kebutuhan akan makanan, obat-obatan, air bersih, dan barang-barang dasar lainnya semakin meningkat, sementara pasokan semakin menipis. Ini telah meningkatkan penderitaan yang dialami warga sipil Gaza yang tidak terlibat dalam konflik dan tidak pantas menjadi korban.
Mesir telah mengeluarkan peringatan keras terkait dengan krisis ini, menyoroti perlunya tindakan mendesak untuk meredakan penderitaan warga Palestina di Gaza. Namun, pembicaraan dan negosiasi dengan pihak Israel belum membuahkan hasil yang nyata. Israel, di sisi lain, telah menolak untuk membuka penyeberangan Rafah untuk memungkinkan bantuan kemanusiaan masuk dan memungkinkan warga negara ketiga untuk keluar.
Komentar dari Kantor Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, telah menambah rumit perdebatan seputar krisis kemanusiaan di Gaza. Netanyahu menyatakan bahwa saat ini tidak ada gencatan senjata dan bantuan kemanusiaan di Gaza sebagai imbalan atas pengusiran orang asing. Komentar ini mencerminkan ketegangan yang mendalam dalam upaya penyelesaian konflik, yang akhirnya mengorbankan warga sipil yang tidak bersalah. Dan ditambah pernyataan Menteri Energi Israel, Israel Katz, yang sangat menentang pembukaan blokade dan masuknya barang ke Gaza atas dasar kemanusiaan, menimbulkan pertanyaan serius tentang pendekatan Israel terhadap situasi ini.
Amerika Serikat telah menyuarakan dukungannya untuk usaha mengatur pengiriman bantuan kemanusiaan ke Gaza. Namun, hingga saat ini, gencatan senjata yang diperlukan untuk menghentikan serangan dan memfasilitasi pengiriman bantuan masih belum tercapai. Penting untuk diingat bahwa bantuan kemanusiaan tidak boleh digunakan sebagai mata uang politik atau imbalan.
Krisis ini mencapai puncaknya ketika akses terhadap makanan, air bersih, bahan bakar, dan listrik diputus oleh Israel, mempengaruhi lebih dari 2,3 juta penduduk Gaza. Warga sipil, termasuk anak-anak dan lansia, terperangkap dalam situasi yang semakin mencekam. Kondisi kesehatan semakin memburuk dengan cepat, meningkatkan penderitaan mereka yang sudah berjuang keras.
Kepala Kemanusiaan PBB, Martin Griffiths, telah menyatakan tekadnya untuk membantu mengatasi krisis ini. Griffiths berencana melakukan perjalanan ke Timur Tengah untuk melakukan perundingan yang dapat membawa solusi dan pengiriman bantuan yang sangat dibutuhkan. Namun, ia juga menghadapi tantangan besar dalam upayanya untuk membantu Gaza. Griffiths telah mendesak kelompok bersenjata Palestina, termasuk Hamas yang menguasai wilayah kantong pesisir tersebut, untuk segera membebaskan lebih dari 100 tawanan yang mereka tahan. Tawanan ini terkait dengan serangan mematikan di Israel selatan pada 7 Oktober, yang menewaskan banyak warga sipil.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah mengeluarkan peringatan serius tentang situasi Gaza. Mereka mengatakan bahwa hanya tersisa pasokan air, listrik, dan bahan bakar selama 24 jam sebelum "bencana nyata" terjadi. Kehidupan warga Gaza bergantung pada bantuan dunia untuk memastikan pasokan dasar ini tidak habis.
Krisis kemanusiaan di Gaza memerlukan respons global yang tegas. Kita sebagai warga dunia memiliki tanggung jawab moral untuk mendesak pemimpin dunia agar bertindak cepat dan mengakhiri penderitaan rakyat Gaza yang tidak bersalah. Nyawa dan kesejahteraan ratusan ribu warga Palestina di Gaza berada dalam bahaya nyata, dan saatnya bagi dunia untuk bersatu, mengakhiri pertumpahan darah, dan memberikan bantuan kemanusiaan yang sangat dibutuhkan.
Artikel ini merujuk atau mengutip dari sumber AL JAZEERA 16 Oktober 2023
Posting Komentar untuk "Krisis Kemanusiaan Gaza, Waktunya untuk Tindakan Mendesak Dunia."
Posting Komentar